Radarnusantara.co.id, Kutai Kartanegara – Akses jalan menuju sekolah di Kampung Pela, Kecamatan Kota Bangun, masih mengandalkan satu jembatan gantung berusia lebih dari 25 tahun. Sayangnya, kondisi jembatan tersebut kini memprihatinkan. Lantai papan mulai lapuk, tali pengikat mengendur, dan penyeberangan hanya bisa dilakukan satu orang dalam satu waktu.
Setiap pagi, pemandangan antrian anak-anak sekolah sudah menjadi hal biasa. Mereka harus bersabar menunggu giliran menyeberang agar tidak melebihi kapasitas beban jembatan yang rentan roboh. Terlebih saat musim hujan, jembatan menjadi licin dan sangat berisiko.
“Kami biasa datang lebih awal karena harus antri. Kadang telat masuk sekolah kalau antrian panjang,” ujar Rani (12), siswi kelas VI SDN Pela, saat ditemui pada Senin pagi (29/7).
Menurut warga setempat, jembatan tersebut terakhir kali diperbaiki ringan pada tahun 2019. Namun sejak itu, belum ada lagi perbaikan menyeluruh. Sementara jembatan ini merupakan akses vital yang menghubungkan pemukiman utama dengan sekolah dasar, SMP, serta pasar desa.
Kepala Dusun Pela, Amiruddin, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan pembangunan jembatan permanen ke pemerintah kabupaten, namun belum mendapat respons.
“Kami sudah sampaikan lewat musrenbang dan proposal desa. Ini bukan soal kenyamanan, tapi keselamatan warga. Terutama anak-anak sekolah,” ujarnya.
Selain pelajar, warga yang hendak mengantar hasil pertanian atau membawa barang dari pasar juga mengalami kesulitan. Seringkali mereka harus menunggu giliran atau menyeberang dengan perahu jika kondisi jembatan terlalu berbahaya.
Warga berharap ada perhatian dari Dinas PUPR Kukar atau pihak terkait agar jembatan diganti menjadi struktur permanen berbahan baja ringan dan lantai beton. Mereka juga meminta pemasangan lampu penerangan agar jembatan tetap aman digunakan di malam hari.
Jika kondisi dibiarkan, risiko kecelakaan sangat besar, apalagi saat debit air sungai naik dan tiupan angin kencang menggoyang jembatan.
“Kami tidak menuntut yang mewah, cukup jembatan yang kuat dan aman bagi anak-anak kami,” ucap Ibu Siti, orang tua wali murid di Kampung Pela.
Kampung Pela, yang dikenal sebagai kampung wisata budaya dan konservasi pesut Mahakam, kini menghadapi dilema antara promosi destinasi dan realitas infrastruktur yang rapuh. Warga berharap pemerintah melihat langsung kondisi lapangan dan segera mengambil tindakan nyata.











