International Monetary Fund (IMF) mengangkat sorotan serius terkait tanda-tanda perlambatan ekonomi dunia yang semakin nyata, seiring dengan tekanan dari tarif perdagangan yang meningkat dan menurunnya permintaan ekspor global. Meski beberapa indikator masih menunjukkan daya tahan, IMF memperingatkan adanya risiko baru yang mengancam stabilitas inflasi, terutama menjelang pertemuan penting mereka bersama Bank Dunia di Washington bulan ini.
Mengutip Reuters pada Minggu, 5 Oktober 2025, juru bicara IMF, Julie Kozack, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada paruh pertama 2025 masih terbilang stabil, namun sinyal pelemahan sudah mulai terlihat secara meluas. “Pertumbuhan global tahun ini memang relatif stabil, tapi tanda-tanda perlambatan sudah mulai muncul di berbagai wilayah. Inflasi pun menunjukkan pola yang beragam di berbagai negara,” ujarnya dalam konferensi pers di Washington.
Kozack menyoroti bahwa kenaikan tarif perdagangan, terutama di Amerika Serikat, menjadi salah satu pendorong utama melonjaknya inflasi inti. Negara-negara seperti Inggris, Australia, dan India juga mencatat kenaikan inflasi umum yang cukup signifikan. Sebaliknya, di Tiongkok dan beberapa negara Asia lainnya, tekanan harga justru mulai mereda akibat turunnya permintaan ekspor yang terdampak kebijakan tarif global.
Menariknya, banyak perusahaan di AS dilaporkan menyerap sebagian dampak kenaikan tarif ini, sehingga inflasi di sana masih relatif terkendali untuk saat ini. Namun, Kozack mengingatkan, berapa lama kondisi ini bisa bertahan masih menjadi tanda tanya besar.
Laporan terbaru IMF dalam World Economic Outlook (WEO) yang akan dirilis pada 14 Oktober 2025 nanti diperkirakan akan mengupas tuntas pengaruh kebijakan tarif terhadap inflasi di AS. Selain itu, hasil konsultasi tahunan Article IV terhadap ekonomi AS juga akan dirilis pada November mendatang.
Lebih lanjut, Kozack menjelaskan bahwa melemahnya pasar tenaga kerja AS menjadi salah satu alasan utama di balik keputusan Federal Reserve memangkas suku bunga pada pertemuan September lalu. Langkah ini dinilai tepat mengingat inflasi sudah mulai mendekati target yang diinginkan bank sentral.











