Struktur tenaga kerja di Kalimantan Timur (Kaltim) kini tengah mengalami pergeseran signifikan. Meski jumlah angkatan kerja menurun, sektor-sektor jasa modern seperti kesehatan, pendidikan, dan keuangan justru semakin banyak menyerap tenaga kerja. Ironisnya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) naik tipis menjadi 5,18 persen pada Agustus 2025.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, jumlah angkatan kerja tahun ini tercatat 2,07 juta orang, turun 6.056 orang dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini diikuti oleh jumlah penduduk yang bekerja, yang berkurang 6.708 orang, menjadi 1,96 juta orang.
Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, menekankan bahwa kenaikan TPT sebesar 0,04 persen poin menandakan ketimpangan antara pertumbuhan lapangan kerja dan jumlah pencari kerja baru. “Kaltim sedang mengalami pergeseran struktur ekonomi. Sektor jasa tumbuh pesat, tapi penyerapan tenaga kerjanya tidak selalu sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk usia kerja,” ujarnya, Kamis (6/11/2025).
Meski sektor perdagangan besar dan eceran masih mendominasi, dengan kontribusi 19,05 persen, disusul sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan 17,92 persen, serta pertambangan dan penggalian 8,59 persen, tenaga kerja di bidang kesehatan dan aktivitas sosial mencatat kenaikan terbesar, naik 0,44 persen poin dibanding tahun lalu. Sebaliknya, sektor perdagangan justru turun 0,38 persen poin.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga terlihat dari naiknya proporsi tenaga kerja berpendidikan tinggi. Pekerja lulusan universitas dan diploma meningkat dari 16,65 persen menjadi 18,70 persen, menandai perbaikan kualitas SDM di pasar kerja Kaltim.
Di sisi lain, tenaga kerja formal menurun menjadi 56,78 persen, sementara pekerja informal meningkat menjadi 43,22 persen. Fenomena ini sejalan dengan naiknya setengah pengangguran—mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu tapi ingin menambah pekerjaan—menjadi 5,66 persen, naik 1,05 persen poin dari 2024. “Banyak pekerja memilih pekerjaan paruh waktu atau informal karena fleksibilitas, tapi risikonya adalah pendapatan yang tidak stabil,” tulis BPS.
Secara spasial, Penajam Paser Utara (PPU) mencatat lonjakan TPT paling tinggi, naik dari 2,05 persen menjadi 4,26 persen. Sebaliknya, Berau dan Bontang justru mencatat penurunan pengangguran signifikan masing-masing 0,75 dan 0,70 persen poin. Ibu kota provinsi, Samarinda, mencatat TPT 5,31 persen, turun dari 5,75 persen tahun sebelumnya, namun diiringi penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 1,95 persen poin.
Menariknya, pengangguran terbesar masih berasal dari lulusan SMK, dengan TPT mencapai 7,72 persen, sementara TPT terendah ada di kelompok SD ke bawah sebesar 2,48 persen.











