Tak bisa disangkal, guru adalah sosok sentral dalam membentuk karakter dan kepribadian luhur generasi muda. Mereka ibarat ujung tombak yang menyiapkan calon pemimpin masa depan bangsa.
Suka atau tidak, guru memang sudah seharusnya menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi para siswanya. Saya pribadi percaya bahwa setiap anak adalah unik, memiliki potensi dan kekuatan yang berbeda-beda—tidak bisa diseragamkan begitu saja.
Sayangnya, sering kali kemampuan siswa hanya diukur dari satu sisi sempit, misalnya seberapa mahir mereka menguasai pelajaran matematika. Padahal, hal itu sama tidak adilnya seperti menilai ikan, harimau, dan jerapah dari kemampuannya untuk terbang.
Atau seperti menilai burung dari seberapa lama ia bisa menyelam di sungai—jelas bukan pada tempatnya.
Demikian pula dengan para siswa kita. Setiap anak memiliki cara sendiri untuk bersinar. Mungkin ada yang kurang menonjol dalam fisika atau matematika, tetapi ternyata luar biasa dalam seni lukis. Ada juga yang kesulitan memahami bahasa Indonesia, namun cemerlang di bidang olahraga.
Karena itu, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga fasilitator, motivator, dan evaluator. Tugas mulia mereka adalah membimbing siswa menemukan dan mengasah potensinya, bukan justru mematahkan semangat hanya karena nilai di satu bidang kurang baik.
Di sinilah dibutuhkan kebijaksanaan sejati seorang guru — mampu melihat lebih dari sekadar angka di rapor, dan memahami bahwa setiap anak adalah dunia yang menunggu untuk ditemukan cahayanya.











