Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, memberi sinyal positif di tengah kabar penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Pembangunan Asia (ADB). Dalam laporan terbarunya, ADB memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi RI tahun 2025 dari 5 persen menjadi 4,9 persen. Namun, Luhut menegaskan bahwa ini bukan alasan untuk pesimis.
“Ya, silakan saja mereka koreksi, tapi kalau saya lihat, dunia ini bergerak sangat dinamis. Jadi kita jangan buru-buru pesimis,” ujar Luhut saat ditemui di kantor DEN, Jakarta, Jumat (3/10/2025). Ia pun menambahkan, “Ini semua adalah hasil dari program makan bergizi (MBG) yang belum sepenuhnya terlihat dampaknya, tapi akan segera terasa.”
Selain itu, Luhut menyoroti peran dana yang digelontorkan oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang masih banyak mengendap di perbankan dan belum tersalurkan sepenuhnya. Menurutnya, kebijakan ini sebenarnya membuka peluang besar bagi investor untuk menanamkan modal di sektor-sektor strategis seperti listrik dan pangan.
“Uang di bank banyak, sehingga peminjaman menjadi lebih mudah. Tentu dengan tetap memperhatikan kehati-hatian. Kita harus optimis melihat ini sebagai golden opportunity buat bangsa dan investor muda Indonesia,” ujar Luhut. Ia menyebut dana Rp 200 triliun yang telah digelontorkan adalah modal besar yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong ekonomi.
Meski begitu, DEN sendiri belum mengeluarkan proyeksi resmi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini, namun Luhut berjanji angka tersebut akan segera diumumkan.
Sementara itu, ADB juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2026 menjadi 5 persen, dari sebelumnya 5,1 persen. Angka ini tetap di bawah target yang dicanangkan dalam APBN 2025 sebesar 5,2 persen dan APBN 2026 sebesar 5,4 persen. Dalam laporan terbarunya, ADB menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh lemahnya permintaan global, meskipun permintaan domestik diprediksi tetap kuat.
Meski begitu, ADB tetap optimis bahwa ekonomi domestik Indonesia akan mampu menahan dampak eksternal yang makin berat. Stimulus fiskal dan pelonggaran moneter yang sedang berjalan diperkirakan akan terus menopang pertumbuhan ekonomi. Meski ekspor mungkin terdampak oleh melambatnya aktivitas global dan harga komoditas yang lebih rendah, perjanjian perdagangan baru dan reformasi struktural diperkirakan bakal memperkuat daya saing Indonesia dan menarik investasi.
“Risiko-risiko global dan potensi tertinggalnya reformasi masih ada, tapi ada komitmen kuat untuk membangun iklim perdagangan dan investasi yang lebih kokoh,” tulis laporan ADB.
Selain itu, perbaikan realisasi belanja pemerintah yang mulai pulih secara bertahap sejak awal tahun ini diperkirakan bakal memberikan stimulus yang lebih efektif dalam meredam tekanan global. Ditambah lagi, efek pelonggaran moneter yang mulai terasa akan semakin mendongkrak aktivitas ekonomi dan investasi.











