Samarinda – Wali Kota Samarinda Andi Harun membantah tudingan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan Program Pro Bebaya (Program Pemberdayaan Berbasis RT). Klarifikasi tersebut ia sampaikan setelah munculnya berita hoaks di media sosial yang menuding program tersebut terindikasi praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
“Informasi yang beredar itu berpotensi mengganggu ketertiban umum. Tidak semua masyarakat bisa memfilter kebenaran informasi, sehingga muncul stigma dan pencemaran terhadap ketua RT, lurah, dan warga,” ujar Andi Harun dalam konferensi pers, Jumat (7/11/2025).
Andi menegaskan, Pro Bebaya bukan program yang dijalankan oleh kelurahan, melainkan hasil perencanaan dan pelaksanaan masyarakat melalui forum Rembuk RT. Kegiatan tersebut dikerjakan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) dengan pendampingan dari pemerintah kota.
“Pro Bebaya itu sepenuhnya direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat melalui Pokmas. Lurah tidak terlibat dalam aspek teknis. Jika anggarannya disalurkan melalui kelurahan, itu hanya untuk pertanggungjawaban administratif karena dana APBD tidak boleh berada di luar organ pemerintah,” jelasnya.
Selama pelaksanaan, Pokmas didampingi oleh pendamping independen yang direkrut secara terbuka dari masyarakat. Proses pendampingan juga melibatkan pihak kelurahan, kecamatan, dan dinas teknis sesuai kebutuhan di lapangan.
Sejak diluncurkan, program Pro Bebaya dinilai berhasil mendorong partisipasi warga dan meningkatkan kemandirian ekonomi di tingkat RT. Setiap RT di Samarinda memperoleh dana sekitar Rp100 juta per tahun yang dikelola langsung oleh masyarakat.
“Dari 1.992 RT di Samarinda, hampir Rp200 miliar beredar langsung di lingkungan warga. Dana itu memutar ekonomi lokal, mulai dari pembelian bahan bangunan, konsumsi, hingga upah kerja. Semua kembali ke masyarakat,” ungkap Andi Harun.
Ia menambahkan, tujuan utama Pro Bebaya bukan hanya membangun proyek fisik, tetapi juga menumbuhkan semangat gotong royong dan kolaborasi antarwarga.
“Ada RT yang mendapat Rp100 juta dari APBD, tapi warganya menambah Rp50 juta secara swadaya. Ini bukti bahwa semangat kebersamaan tumbuh dengan baik,” ujarnya.
Menanggapi isu korupsi yang diarahkan pada program tersebut, Andi Harun menegaskan tidak ada bukti hukum maupun temuan audit resmi yang menunjukkan adanya penyimpangan.
“Sebuah kebijakan bisa disebut korupsi jika sudah ada putusan pengadilan atau temuan dari lembaga audit. Kalau memang ada bukti, silakan dibawa ke aparat penegak hukum. Kami tidak akan melindungi siapa pun—termasuk wali kota, camat, atau lurah—jika terbukti melanggar hukum. Tapi jangan membuat tuduhan tanpa dasar,” tegasnya.
Andi juga menyoroti dampak berita hoaks terhadap mental dan semangat kerja aparatur pemerintah.
“Saya harus menjaga semangat lurah, camat, dan dinas yang bekerja siang malam melayani masyarakat. Mereka tidak boleh patah semangat hanya karena tuduhan yang tidak benar,” katanya.
Ia menegaskan, Pemkot Samarinda tidak anti kritik, selama kritik disampaikan berdasarkan fakta dan bertujuan memperbaiki tata kelola pemerintahan.
“Namun jika kritik berbau fitnah, hal itu jelas tidak bisa ditoleransi,” pungkasnya.











