Anggota DPRD Kutai Barat, Zaenuddin Thaib, mengingatkan adanya “lampu kuning” bagi keuangan daerah. Ia menilai, pemerintah harus berani meninjau ulang seluruh proyek multiyears yang kini dibiayai lewat APBD, sebelum anggaran daerah benar-benar terseret ke jurang defisit.
Menurut Zaenuddin, ancaman itu bukan isapan jempol. Pemotongan dana bagi hasil (DBH) dari pusat yang mencapai Rp700 miliar, atau sekitar 20,6 persen, disebutnya akan sangat mengganggu napas fiskal Kutai Barat. “Kalau ditotal sampai 2025, itu bisa tembus Rp1,3 triliun. Bayangkan, dana sebesar itu dipotong—dari mana nanti menutupnya?” ujarnya di Sendawar, Minggu (2/11/2025).
Ia menegaskan, bila pemerintah tetap ngotot menjalankan semua proyek tanpa seleksi ketat, APBD Kutai Barat bisa ‘berdarah’ pada 2026. “Begitu defisit, mau bayar proyek multiyears pakai apa? Ini saatnya menentukan mana yang benar-benar prioritas,” tegasnya.
Dari sekian banyak proyek tahun jamak, Zaenuddin menilai hanya dua yang betul-betul strategis: Jembatan ATJ dan Kristen Center. Menurutnya, Jembatan ATJ adalah “urat nadi utama” yang akan memangkas waktu tempuh Kutai Barat–Samarinda secara signifikan.
Namun di luar dua proyek itu, ia menilai sebagian proyek multiyears masih “abu-abu” manfaatnya. Zaenuddin bahkan mempertanyakan alokasi anggaran untuk proyek yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Untuk apa APBD kita biayai jalan nasional, sementara masih banyak kampung yang jalannya terisolir? Bukankah lebih bijak jika dana itu dialihkan ke sana?” ujarnya tajam.
Ia juga menyoroti beberapa proyek yang dinilai tidak punya efek ganda terhadap masyarakat, seperti Pelabuhan Royoq dan Jalan Bung Karno. “Kita ini tidak punya laut, aktivitas bongkar muat juga lewat darat. Buat apa pelabuhan besar? Jalan Bung Karno pun manfaatnya kecil, lebih baik perbaiki jalur Balok Mapan yang justru menghubungkan lebih banyak kampung,” jelasnya.
Zaenuddin menutup pernyataannya dengan nada tegas: Fraksi Golkar hanya akan mendukung proyek multiyears yang super prioritas dan berdampak nyata.
“Dari puluhan proyek yang ada, kami hanya menilai tujuh yang benar-benar layak didorong. Pembangunan itu harus berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar proyek besar tanpa arah,” pungkasnya.











