Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berhasil menduduki posisi kedua secara nasional dalam Indeks Ketahanan Pangan (IKP) 2025 dengan skor impresif 80,82, yang masuk kategori “Sangat Tahan”. Namun, prestasi ini ternyata menyimpan cerita lain di balik angka.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengingatkan bahwa posisi ini belum sepenuhnya menggambarkan kenyataan di lapangan. “Angka-angka dalam indeks ini agak menipu. Meski kita terlihat unggul, kenyataannya pasokan pangan Kaltim masih sangat bergantung pada suplai dari luar daerah,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Ketahanan Pangan bertajuk Kaltim Menuju Swasembada Pangan yang digelar di Kantor Gubernur, Rabu (1/10/2025).
Seno Aji menyoroti kasus beras oplosan yang sempat menggegerkan publik Kaltim. “Dalam waktu singkat saja, kita sudah kewalahan menghadapi situasi tersebut. Ini bukti nyata betapa rapuhnya ketahanan pangan kita,” katanya dengan nada prihatin.
Untuk itu, pemerintah provinsi menargetkan pencapaian swasembada beras pada tahun 2026. Beberapa wilayah strategis disiapkan menjadi sentra produksi terpadu, seperti Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Mahakam Ulu, Kutai Barat, dan Berau.
Secara positif, produksi gabah kering Kaltim memang mengalami kenaikan signifikan. Dari sekitar 230 ribu ton per tahun, produksinya melonjak mencapai 305 ribu ton hingga Agustus 2025. Seno Aji optimistis angka ini bisa menembus hampir 400 ribu ton di akhir tahun.
Ia juga mengimbau pemerintah kabupaten dan kota untuk mempercepat pengembangan lahan pertanian, sambil memaksimalkan pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta pupuk bersubsidi. “Kerja sama yang solid menjadi kunci agar kita benar-benar bisa mandiri pangan,” tegasnya.











