Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menatap target ambisius: mencapai swasembada pangan pada tahun 2027. Strategi ini menjadi bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus mengurangi ketergantungan pasokan dari luar, khususnya beras.
Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kaltim, Siti Farisyah Yana, mengatakan target ini sejalan dengan arahan Gubernur Kaltim untuk menuntaskan persoalan lahan dan produktivitas pangan dalam dua tahun mendatang. “Sesuai arahan Bapak Gubernur, setidaknya tahun 2027 kita sudah harus beres soal lahan kita,” ujarnya saat ditemui, Selasa (28/10/2025).
Menurut Yana, salah satu fokus utama adalah penataan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Basah Strategis (LBS). Penataan ini penting agar perluasan sawah baru tidak mengorbankan lahan pertanian yang sudah ada. “Pak Menteri juga sempat mengingatkan bahwa LP2B dan LBS harus ditata dan dikelola dengan baik. Jangan sampai kita membuat sawah baru tapi kehilangan sawah lama,” jelasnya.
Kunjungan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN ke Kaltim menjadi momentum memperkuat koordinasi lintas sektor. Pemerintah pusat menekankan agar lahan pangan terlindungi dari alih fungsi akibat ekspansi industri, pertambangan, maupun pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). “Kita harus bisa menyeimbangkan pembangunan dan pangan. IKN ini peluang besar, tapi kalau tidak diatur, bisa jadi tantangan bagi ketersediaan lahan,” tambah Yana.
Pada 2026, Pemprov Kaltim akan menjalankan percepatan pencetakan sawah baru dengan dukungan APBN. Langkah ini diharapkan menjadi pendorong utama menuju swasembada pangan 2027. Beberapa daerah yang disiapkan antara lain Kutai Kartanegara, Paser, Kutai Timur, dan Berau, yang memiliki potensi lahan luas dan sumber air memadai.
Selain perluasan lahan, pemerintah juga menyiapkan strategi meningkatkan produktivitas petani, mulai dari penyediaan benih unggul, sarana irigasi, pupuk berimbang, hingga pelatihan dan pendampingan.
Meski begitu, tantangan terbesar Kaltim adalah alih fungsi lahan pertanian, terutama di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi. Data Dinas Pangan menunjukkan luas sawah yang semula sekitar 60 ribu hektare terus berkurang karena pembangunan permukiman dan industri. Yana menekankan pentingnya penguatan regulasi dan pengawasan agar lahan pertanian tidak mudah berubah fungsi. “Perlindungan lahan sebenarnya sudah kuat, tinggal penerapan di lapangan dan konsistensi daerah,” ujarnya.
Pemprov juga tengah berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk menyusun peta potensi pangan daerah yang terintegrasi dengan sistem informasi pertanahan nasional. Peta ini akan menjadi dasar prioritas pengembangan komoditas strategis, seperti padi, jagung, dan kedelai, demi mewujudkan ketahanan pangan jangka panjang.











